Moxienews.id - Sebanyak 5 orang petani ditahan oleh Polda Jambi dengan dugaan tindakan mencuri buah kepala sawit di area sebuah perusahaan.
Akibat penangkapan tersebut, ratusan warga melakukan aksi unjuk rasa di depan pintu gerbang PT. Fajar Pematang Indah Lestari (PT.FPIL).
"Kami menuntut agar Polda Jambi melepaskan 5 orang warga kami yang diamankan pada 3 Juli lalu, yang dituduh mencuri buah sawit perusahaan," kata salah seorang warga.
5 warga yang diamankan ini, pada tahun 2022 lalu masuk ke dalam wilayah lahan sawit yang berstatus sengketa masyarakat dengan perusahaan.
Mereka masuk ke dalam perusahaan itu untuk mencari kroto atau anak serangga dan membersihkan lahan tersebut. Namun selang beberapa kemudian ada beberapa orang anggota polisi yang datang ke sana.
Selanjutnya kata dia, mereka difoto di dekat tumpukan buah sawit yang dipanen oleh pihak perusahaan. Kemungkinan mereka menduga jika warga tersebut sengaja memanen buah sawit yang tengah bersengketa tersebut.
Setelah itu ada laporan dari pihak perusahaan kepada Polda Jambi selanjutnya mereka diadili dan baru 3 Juli 2023 kemarin mereka diamankan.
Ketua Kelompok Tani Sinar Mulya, Muhtar ketika diwawancarai di lokasi menyebut konflik lahan yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan telah bergulir selama 25 tahun tepatnya pada tahun 1998 lalu.
Mereka menyerahkan lahan kepada PT Purnama Tusau Putra yang beroperasi di bidang kelapa sawit dengan sistem kemitraan. Satu kepala keluarga dijanjikan akan menerima satu kavling lahan sawit atau seluas 2 hektar.
Namun sampai saat ini mereka hanya menerima janji-janji saja tanpa ada pembuktian. "Sudah puluhan tahun kami bersengketa, tapi belum ada titik terangnya," kata Muhtar.
Pihaknya sudah mendatangi Mapolda Jambi minta agar 5 orang tersebut dibebaskan, namun pihak kepolisian tetap menahannya.
Karna itulah aksi penutupan jalan ini mereka lakukan, agar pihak perusahaan tidak bisa melakukan panen terhadap lahan yang dikuasainya.
"Kami tidak akan mundur sebelum lima orang masyarakat yang diamankan Polda Jambi dibebaskan," kata Muhtar lagi
Aksi penutupan jalan ini mayoritas dilakukan oleh ibu-ibu. Bahkan mereka nekat membawa anak-anak dan balita.
Di sana mereka standby selama 24 jam. Mereka hanya pulang ke rumah saat hendak mandi dan ganti pakaian. Untuk makan dan minum, terpaksa membuat dapur umum.
Nilawati perwakilan ibu-ibu yang ada disana menyebut jika mereka tidak akan mundur walaupun sejengkal. "Kami akan pertahankan hak kami," kata Nilawati.